Hal ini dapat kita pelajari dari surah Yasin ayat 39-40.
Tafsir Surah Yasin
Ayat 39-40
وَالْقَمَرَ قَدَّرْنَاهُ مَنَازِلَ حَتَّى عَادَ كَالْعُرْجُونِ الْقَدِيمِ (39) لَا الشَّمْسُ يَنْبَغِي لَهَا أَنْ تُدْرِكَ الْقَمَرَ وَلَا اللَّيْلُ سَابِقُ النَّهَارِ وَكُلٌّ فِي فَلَكٍ يَسْبَحُونَ (40)
“Dan telah Kami tetapkan bagi bulan manzilah-manzilah, sehingga (setelah dia sampai ke manzilah yang terakhir) kembalilah dia sebagai bentuk tandan yang tua. Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan dan malam pun tidak dapat mendahului siang. Dan masing-masing beredar pada garis edarnya.” (QS. Yasin: 39-40)
Pelajaran dari Ayat
- Bulan adalah di antara tanda kuasa Allah Ta’ala.
- Alam jagat raya, termasuk matahari dan bulan ada yang mengatur yaitu Allah Sang Khaliq.
- Selain Allah pantas disifatkan dengan qidam (terdahulu). Sedangkan para filosof meyakini sifat qidam pantas disematkan kepada Allah. Padahal sifat qidam tidak mengonsekuensikan keazalian (kekal adanya tanpa ada permulaan). Yang tepat Allah itu disifati dengan Al-Awwal artinya tidak ada sesuatu yang sebelum Allah.
- Cahaya rembulan berawal dari redup dan berangsur menjadi terang lalu kembali lagi menjadi redup.
- Fase kehidupan manusia juga sama dengan fase rembulan seperti yang disebutkan dalam ayat,
اللَّهُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ ضَعْفٍ ثُمَّ جَعَلَ مِنْ بَعْدِ ضَعْفٍ قُوَّةً ثُمَّ جَعَلَ مِنْ بَعْدِ قُوَّةٍ ضَعْفًا وَشَيْبَةً يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ وَهُوَ الْعَلِيمُ الْقَدِيرُ
“Allah, Dialah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah kuat itu lemah (kembali) dan beruban. Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya dan Dialah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa.” (QS. Ar-Ruum: 54). Maka ketika melihat keadaan bulan, perhatikan pula keadaan kita yang akan sama seperti itu.
- Ketetapan Allah (sunnatullah) tidak akan berubah.
Allah Ta’ala berfirman,
وَلَنْ تَجِدَ لِسُنَّةِ اللَّهِ تَبْدِيلًا
“Dan kamu sekali-kali tiada akan mendapati peubahan pada sunnah Allah.” (QS. Al-Ahzab: 62)
فَلَنْ تَجِدَ لِسُنَّةِ اللَّهِ تَبْدِيلًا وَلَنْ تَجِدَ لِسُنَّةِ اللَّهِ تَحْوِيلًا
“Maka sekali-kali kamu tidak akan mendapat penggantian bagi sunnah Allah, dan sekali-kali tidak (pula) akan menemui penyimpangan bagi sunnah Allah itu.” (QS. Fathir: 43)
- Malam tidak mungkin mendahului siang.
- Berdasarkan sunnah ilahiyah, tidak mungkin matahari keluar pada malam hari. Namun berdasarkan kemampuan Allah, Allah mampu saja menjadikan seperti itu karena jika Allah katakan “kun” (jadilah), maka pasti akan jadi.
- Matahari dan rembulan masing-masing beredar pada garis edarnya sebagaimana yang berenang beredar dalam air.
- Berdasarkan ayat ini menunjukkan pendapat sebagian ulama seperti Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah bahwa matahari dan bulan yang beredar mengeliling bumi. Beliau berdalil dengan surah Yasin ayat ke-40 ini.
Pelajaran sebelumnya yang membicarakan Matahari Mengelilingi Bumi:
Matahari ataukah Bumi yang Bergerak?
Dalam surah Yasin yang telah kita kaji, Allah menyebutkan beberapa tanda kekuasaan-Nya,
- Di ayat 33-36, Allah berbicara tentang bumi.
- Di ayat 37 dan 38, Allah berfirman tentang matahari.
- Di ayat 39 dan bagian awal ayat 40, Allah berbicara tentang bulan.
Kemudian di akhir ayat 40, Allah Ta’ala berfirman,
وَكُلٌّ فِي فَلَكٍ يَسْبَحُونَ
“Dan semuanya beredar di alam semesta.” (QS. Yasin: 40).
Kemudian Syaikh Al-Albani rahimahullah menyimpulkan, bahwa kata ‘semua’ lebih dekat jika kita berlakukan untuk bumi, matahari, dan bulan. Sehingga semuanya kita katakan berputar. (Silsilah Al-Huda wa An-Nur, 10:497)
Teori heliosentris yang menyatakan, pusat alam semesta adalah matahari lebih dicondongi oleh Syaikh Al-Albani rahimahullah. Dan teori geosentris yang menyatakan, pusat alam semesta adalah bumi lebih dicondongi oleh ulama Saudi Arabia seperti ulama yang duduk di Al-Lajnah Ad-Daimah (Komisi Fatwa Kerajaan Saudi Arabia) dan jadi pendapat dari Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin hafizahullah seperti dalam kitab tafsirnya (Tafsir Surah Yasin).
Ingat bahwa Al-Quran dan Sunnah tidak akan pernah bertentangan dengan realita. Meskipun tidak semua realita disebutkan dalam Al-Quran dan As-Sunnah. Terutama realita yang ada di alam. Karena Al-Quran dan Sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bukanlah kitab biologi atau referensi ilmu pengetahuan alam.
Salah satu contoh kejadiannya, hadis dari Thalhah radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang para sahabat untuk mengawinkan kurma. Akibatnya gagal panen. Ketika berita ini sampai kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,
إِنَّمَا هُوَ ظَنٌّ ظَنَنْتُهُ، إِنْ كَانَ يُغْنِي شَيْئًا فَاصْنَعُوا، فَإِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ، وَالظَّنُّ يُخْطِئُ وَيُصِيبُ، وَلَكِنْ مَا قُلْتُ لَكُمْ قَالَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ فَلَنِ أكْذِبَ عَلَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ
“Ini hanya dugaan saya. Jika itu bermanfaat, silakan lakukan. Saya manusia biasa seperti kalian, dugaannya bisa benar bisa salah. Namun apa yang aku sampaikan jika itu dari Allah, sama sekali saya tidak akan berdusta atas nama Allah.” (HR. Ahmad, 1:162 dan Syaikh Syuaib Al-Arnauth menyatakan bahwa hadits ini hasan). Masalah mengawinkan kurma, bukan ranah syariat. sehingga kembali kepada bukti empiris yang dimiliki manusia. sekalipun tidak dibimbing wahyu, mereka bisa memahaminya.
Dalam teori relativitas, tidak salah ketika kita menyatakan, “Menurut saya yang ada di bumi, matahari bergerak mengelilingi bumi.” Sebagaimana ketika kita di dalam mobil menyatakan, bahwa pohon yang ada di luar bergerak ke belakang. Hanya saja, untuk kasus mobil dan pohon, manusia bisa langsung bisa menyimpulkan mana yang sebenarnya bergerak dan mana yang gerakannya semu.
Sementara untuk kasus matahari dan bumi, perlu perjuangan sangat panjang untuk membuktikan secara empiris, mana yang sebenarnya bergerak dan mana yang gerakannya semu.
Kesimpulannya, mengenai masalah apakah bumi berputar ataukah tidak, tidaklah akan mengguncang keimanan seorang muslim atau memantapkan imannya. Waspadalah terhadap was-was setan. Demikian kesimpulan setelah pemaparan panjang lebar oleh Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajjid hafizahullah ketika membahas hal yang sama dalam fatawanya dalam Al-Islam Sual wa Jawab, no. 285212.
Wallahu a’lam. Allahu waliyyut taufiq was sadaad.
Referensi:
- Tafsir Al-Qur’an Al-Karim – Surat Yasin. Cetakan kedua, Tahun 1424 H. Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin. Penerbit Dar Ats-Tsuraya.
- Fatawa Al-Islam Sual wa Jawab, no. 285212, https://islamqa.info/ar/285212, diakses 4/4/2018, 3:58 PM
- Web Konsultasi Syariah, https://konsultasisyariah.com/28095-heliosentris-atau-geosentris.html, diakses 4/4/2018, 3:58 PM
—
@ Perpus Rumaysho, 18 Rajab 1439 H, Kamis Sore
Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel Rumaysho.Com